Jumat, 01 November 2013

0 Sehitlik, Masjid tertua dan Paling Cantik di Berlin



Berlin - Dua minaret menjulang di daerah Tempelhof, Berlin. Masjid Sehitlik menjadi wakil keagungan arsitektur Islam di Jerman. Mampirlah ke masjid ini jika sedang travelling ke Berlin.

Masjid Sehitlik merupakan masjid Turki dengan arsitektur Usmaniyah klasik dengan ciri kubah besar dan minaret kembar. Keberadaan masjid ini tidak terlepas dari sejarah hubungan diplomatik Kekhalifahan Usmaniyah dan Kerajaan Prussia pada abad ke-18.

Pada 1798, Raja Prussia, Friedrich Willhem III memberikan tanah di Tempelhof untuk lokasi pemakaman Dubes Kekhalifahan Usmaniyah untuk Prussia, Ali Aziz Effendi, yang akhirnya menjadi pemakaman Islam.

Pada 1983, di tempat ini dibangun masjid bernama asli Berlin Turk Sehitlik Camii. Sehit dalam bahasa Turki berarti "Syahid", untuk mengenang para tentara Turki yang gugur dalam Perang Dunia I dan dimakamkan juga di tempat ini.

Masjid Sehitlik dirancang oleh arsitek Hilmi Senalp dan sampai 2009 telah beberapa kali diperluas. Saat ini, Masjid Sehitlik memiliki luas 1.360 meter persegi yang terdiri dari lantai basement untuk ruang makan jamaah, lantai dasar untuk ruang salat perempuan, lantai satu untuk ruang salat utama, dan lantai dua dengan balkon sebagai ruang salat tambahan. Luas ini belum termasuk kantor pengurus masjid dan mini market di halaman masjid

Masjid Sehitlik menjadi destinasi wisata religi dan sejarah bagi wisatawan yang datang ke Berlin. Wisatawan bisa mengagumi keindahan arsitektur Usmaniyah klasik di dalam ruangan. Berbagai kaligrafi menghiasi dinding dan langit-langit masjid. Mimbar khutbah berdiri tinggi dengan hiasan ornamen geometris khas Islam.

Bulan Ramadan menjadi momen yang paling ramai di Masjid Sehitlik. Orang-orang mengaji Al Quran di berbagai sudut masjid. Sementara di halaman, tersedia bazaar Ramadan yang menjual beraneka makanan dan kue-kue.

Jangan lewatkan iftar setiap hari yang disediakan gratis untuk para jamaah. Para traveler bisa ikut bergabung dengan mereka.

Usai membatalkan diri dengan 1-2 kurma, para jamaah langsung menunaikan salat Magrib. Salat selesai, semua jamaah bersama-sama menuju ruang makan di lantai basement yang luas, laki-laki dan perempuan duduk terpisah.

Meja-meja panjang berderet rapi di ruangan besar ini. Makan malam dalam budaya Turki terbagi dalam 3 menu ada pembuka berupa sup, makanan inti dan penutup. Para jamaah mengantre di depan dapur, di mana para koki sudah menyiapkan mangkuk-mangkuk berisi sup.

Biasanya, sup yang dihidangkan adalah Mercimek, sup dari kacang Lentil atau kacang Dal yaitu sejenis kedelai yang digiling halus. Di negara Arab sup ini juga disebut Shurba atau Shurabet. Sup hangat ini diberi bumbu kaya rempah dan dimakan dengan potongan roti Pide, roti bantal khas Turki. Sungguh paduan pas dan lezat.

Kali ini untuk hidangan utama, seporsi nasi dengan kari ayam dan kentang. Sebagai pelengkap di setiap meja sudah ada salad campur yang dibumbui minyak zaitun, garam, dan campuran bumbu-bumbu penyedap. Orang Turki menambahkan lagi yoghurt dalam kemasan berukuran gelas air mineral.

Kue pastry manis khas Turki sudah disiapkan sebagai penutup, Baklava namanya. Penampilannya mirip kue molen kartika sari, namun lebih kecil dan jauh lebih manis. Baklava biasanya berisi aneka kacang yang dihaluskan seperti almond, pistachio, atau kacang hijau, sementara adonan pastrynya disiram memakai sirup dan madu. Wuih, rasanya enak tapi terlalu manis untuk lidah Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Nadila Dela's BLOG Copyright © 2011 - |- Template created by O Pregador - |- Powered by Blogger Templates