Transportasi dan nilai ekonomi [sunting]
Berdasarkan beberapa naskah Hikayat Banjar dan naskah kuno lainnya diketahui sungai ini dahulu disebut juga
Sungai Banjar khususnya yang berada di hilir dekat kampung
Banjar-Masih (sekarang
Kuin Utara,
Banjarmasin) sampai ke hulu pada kota Marabahan, sebab di kota ini sungai tersebut bercabang dua anak sungai yaitu Sungai Barito dan Sungai Nagara/Sungai Bahan. Wilayah daerah aliran Sungai Nagara/Sungai Bahan inilah yang oleh kesultanan Banjar dinamakan wilayah
Hulu Sungai atau
Banjar Hulu. Sedangkan daerah aliran sungai di hulu kota Marabahan sering dinamakan daerah Barito/
Tanah Dusun atau pada masa pemerintahan kolonial
Hindia Belanda merupakan
Onder Afdeeling Barito yang beribukota di Muara Teweh (sekarang ibukota Barito Utara). Wilayah Barito ini dalam Kitab
Negarakertagama disebutkan sebagai salah satu daerah taklukan
kerajaan Majapahit yang berada di pulau
Tanjung Negara di samping daerah tetangganya yaitu Sungai Tabalong (sungai Negara). Diduga pada jaman dahulu kala kedua anak sungai tersebut masih terpisah karena bagian hilir sungai besar ini belum terbentuk tetapi karena aliran endapan lumpur ke arah muara menyebabkan kedua anak sungai itu akhirnya menyatu dalam satu Daerah Aliran Sungai.
Sejalan dengan pendapat Hall, penduduk Kalimantan Selatan pada abad XIX pada umumnya memang terkonsentrasi di mulu-mulut sungai atau di wilayah pertemuan dua sungai. Sungai merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari penduduk di wilayah ini. Sebagian besar sungai di Kalimantan Selatan dapat dilayari. Salah satu sungai terpanjang dan terbesar adalah sungai Barito (disebut juga sungai Dusun) yang menjadi tempat bermuaranya beberapa sungai utama di Kalimanatan Selatan, seperti Sungai Martapura dan Sungai Negara. Sungai-sungai tersebut beserta seluruh anak sungainya merupakan jaringan prasarana perhubungan dan pengangkutan yang sangat penting bagi penduduk karena masing-masing sungai mengalir melalui ibukota-ibukota kabupaten yang ada di Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin dan Martapura dilalui oleh Sungai Martapura, Rantau dilalui oleh Sungai Tapin, Kandangan dilalui oleh Sungai Amandit, Barabai dilalui oleh Sungai Tabalong, Sungai Balangan dan Sungai Negara, Tanjung dilalui oleh sungai Tabalong
[13] Sejak jaman dahulu jaringan sungai merupakan prasarana transportasi yang mendukung aktivitas ekonomi maupun sosial penduduk Kalimantan Selatan. Lebih dari itu, jaringan sungai telah menjadi urat nadi perekonomian penduduk karena sebagian besar aktivitas ekonomi mereka dilakukan melalui dan di atas sungai. Hubungan antar daerah-daerah di wilayah pedalaman Kalimantan Selatan dengan ibukota dan pelabuhan Banjarmasin terutama juga dilakukan lewat sungai, sehingga sungai menjadi andalan bagi kelancaran distribusi barang maupun orang dari wilayah hulu ke wilayah hilir dan sebaliknya. Berbagai jenis hasil hutan, hasil tambang, dan hasil bumi yang melimpah di daerah pedalaman Kalimantan Selatan seperti kayu, karet, getah perca, rotan, damar, jelutung, lilin, batubara, emas, lada, sarang burung, bahan anyaman, ikan kering/asin, dendeng rusa, buah-buahan, dan lain-lain diangkut ke tempat-tempat pengumpulan atau pelabuhan melalui jaringan sungai yang ada.
[14] Sebaliknya berbagai barang kebutuhan sehari-hari penduduk Kalimantan Selatan seperti beras, gula, garam, tepung, jagung, minyak kelapa, tembakau, gambir, gerabah dan alat-alat rumah tangga, kawat tembaga, serta bahan pakaian (kain lena) dan sebagainya juga diangkut dari pelabuhan Banjarmasin ke berbagai daerah di wilayah pedalaman melalui jaringan sungai tersebut.
[15]
Sungai Barito di Kalimantan Selatan mempunyai dua anak sungai penting yaitu Sungai Martapura dan Sungai Negara. Dua anak sungai Barito ini selanjutnya mempunyai berbagai cabang sungai yang semuanya dapat dilayari sehingga membentuk sebuah jaringan transportasi sungai yang padat karena menghubungkan daerah-daerah di pedalaman dengan kota pelabuhan. Sungai Martapura memiliki tiga cabang sungai, yaitu Sungai Alalak, Sungai Riam Kiwa (Kiri), dan Sungai Riam Kanan. Sementara itu Sungai Nagara memiliki banyak cabang sungai, di antaranya yang terpenting adalah Sungai Amandit, Sungai Tapin (Sungai Margasari), Sungai Berabai, Sungai Balangan, Sungai Batang Alai, Sungai Tabalong, dan Sungai Tabalong Kiwa (Kiri). Sungai Amandit mempunyai dua cabang sungai, yaitu Sungai Bangkan dan Sungai Kalumpang, sedangkan Sungai Tapin mempunyai empat cabang yaitu Sungai Muning, Sungai Tatakan, Sungai Halat, dan Sungai Gadung. Sungai-sungai seperti disebutkan di atas sebagian besar berfungsi sebagai prasarana lalu lintas orang dan barang. Sungai Barito dapat dilayari oleh kapal danperahu besar sampai sejauh kurang lebih 700 kilometer ke arah hulu, Sungai Martapura sampai sejauh 45 kilometer, Sungai Negara sejauh 125 kilometer, Sungai Tabalong sejauh 42 kilometer, dan Sungai Balangan sampai sejauh 40 kilometer. Sungai-sungai lainnya dapat dilayari dengan berbagai jenis perahu kecil. Untuk memperpendek jarak antara daerah satu dan lainnya di wilayah Kalimantan Selatan juga banyak dibangun terusan atau kanal yang dalam bahasa setempat disebut antasan atau anjir. Antasan dibangun terutama untuk memperpendek jarak dengan cara menghubungkan dua saluran air, sungai atau danau yang sudah ada sebelumnya. Agak berbeda dengan antasan, pembuatan anjir pada awalnya berkaitan dengan kepentingan bidang pertanian, yaitu untuk memperlancar irigasi. Namun dalam perkembangannya anjir juga dimanfaatkan sebagaimana antasan, yaitu sebagai jalan pintas yang menghubungkan dua buah sungai. Lebar antasan dan anjir pada umumnya antara 20 sampai 35 meter dengan kedalaman air sekitar tiga meter. Dengan kedalaman kurang dari lima meter maka antasan dan anjir memang hanya dapat dilalui kapal atau perahu berukuran sedang dan kecil. Kecuali antasan dan anjir, penduduk di pedalaman Kalimantan kadang juga membuat handil, yaitu semacam kanal yang dibuat untuk menghubungkan daerah produsen tanaman perdagangan dengan sungai yang dapat dilayari.
Wilayah kabupten-kabupaten yang sekarang termasuk dalam bagian Kalimantan Tengah di sepanjang Sungai barito ini, dahulu termasuk dalam Onder Afdeeling Barito (bagian dari Afdeeling Kapuas Barito), sekarang sudah berkembang menjadi 4 kabupaten di Kalteng yaitu
Barito Selatan,
Barito Utara,
Barito Timur dan
Murung Raya. Wilayah ini sekarang sedang berjuang untuk membentuk
provinsi Barito Raya, di mana gerakan ini berakar dari pemikiran para penduduk di sepanjang DAS Barito dalam bidang sosial politik, untuk meminta perhatian yang lebih serta untuk mendapatkan pembagian yang lebih berimbang dan pemberian akses-akses ekonomi atas kekayaan sumber daya alam yang dimiliki oleh daerah-daerah yang berada di sepanjang DAS Barito. Namun seiring waktu berjalan, ternyata ada banyak pro dan kontra sehubungan dengan pemekaran ini. Karena bagaimanapun juga, catatan sejarah menunjukkan bahwa daerah Barito merupakan bagian integral dari Daerah Dayak Besar. Dan, salah satu tokoh sejarah dari Barito
GMTPS (Gerakan Mandau Talawang Pantjasila),
Christian Simbar a.k.a "Uria Mapas", merupakan salah satu tokoh yang paling berjasa dalam pembentukan
Kalimantan Tengah, bahkan pada mulanya ibukota Kalimantan Tengah direncanakan terletak di Muara Teweh di hulu sungai Barito.
Selain
suku Banjar, pada umumnya penduduk yang tinggal di sepanjang sungai Barito adalah dari etnik kategori Barito Isolec atau suku Dayak dengan penuturan
bahasa Barito seperti Dayak Murung, Dayak Siang, Dayak Maanyan, Dayak Bawoo, Dayak Dusun, dan Bakumpai.
Kapal pemerintah Hindia Belanda melintas di sungai Barito
Penduduk tepian sungai Barito
Kapal bernama "Negara" melintas di sungai Barito